Perang Maluku Melawan Portugis
Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore melawan Portugis. Penyebab perang ini karena kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Belanda yang akan membeli cengkih ke tidore.
Untuk menyelesaikan persaiangan antara Portugis dan Spanyol dilaksanakan perjanjian damai, yakniPerjanjian Saragosa pada tahun 1534. Dengan adanya perjanjian Saragosa kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat. Portugis semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya melakukan Monopoli perdaganagan rempah-rempah di Maluku. Pada tahun 1565 muncul perlawanan rakyat ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun. Portugis mulai kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun. Dengan pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao Palo.
Perjanjian saragosa ditandatangani 22 April 1529, adalah perjanjian antara Spanyol dan Portugis yang menentukan bahwa belahan bumi bagian timur dibagi di antara kedua kerajaan tersebut dengan batas garis bujur yang melalui 297,5 marine leagues atau 17� sebelah timur Kepulauan Maluku. Perjanjian ini adalah kelanjutan dari Perjanjian Tordesillas yang membagi belahan bumi barat di antara Spanyol dan Portugal dan diprakarsai oleh Paus, yang melihat persaingan perebutan koloni yang dilakukan oleh Portugis dan Spanyol.
Isi perjanjian Saragosa :
- Bumi dibagi atas dua pengaruh, yaitu pengaruh bangsa Spanyol dan Portugis.
- Wilayah kekuasaan Spanyol membentang dari Mexico ke arah barat sampai kepulauan Filipina dan wilayah kekuasaan Portugis membentang dari Brazillia ke arah timur sampai kepulauan Maluku.daerah disebelah utara garis saragosa adalah penguasaan portugis.
daerah disebelah selatan garis saragosa adalah penguasaan spanyol.
Setelah Sultan Khaerun di bunuh, perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan Khaerun). Akhirnya portugis dapat didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari ternate. Orang-orang portugis kemudian melarikan diri dan menetap di ambon sampai tahun 1605. Tahun itu Poertugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan kemudian menetap di Timor-Timur.
Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC, dan sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan semestinya adalah Pageran Nuku). Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC telah menimbulkan protes keras dari pangeran Nuku.
Makam sultan Nuku |
Sultan Nuku mendapat dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikutnya, pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC. Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya (tahun1805).